5 Parenthood Lesson from Mirai no Mirai
- a Bedtime Stories

- Aug 28, 2020
- 3 min read
“Kita semua sama-sama menjalani pengalaman pertama” Itu yang terbesit pertama kali saat menonton film Mirai No Mirai garapan Mamoru Hosoda yang di putar di layar lebar pertama kalinya pada tahun 2018 silam.

Kun-chan, bocah berusia 4 tahun yang untuk pertama kalinya mengalami perasaan yang baru ia kenali, karena harus berbagai kasih sayang orangtuanya dengan tamu baru. Ayahnya, yang seorang arsitek kini bergantian mengurusi pekerjaan rumah tangga dengan istrinya yang bekerja.
Itu pengalaman pertama bagi sang ayah. Ibu, yang biasanya mengerjakan pekerjaan rumah-pun juga sama, pertama kalinya mengajarkan dan mengalih tugaskan ke suaminya. Semua orang di keluarga ini mengalami pengalaman pertama mereka dalam pembagian peran masing-masing.
Dan karena pengalaman pertama itu, film ini mengajarkan betapa pentingnya saling mengerti dan memahami dalam proses menjadi orang tua. Ada lima poin yang aku higlight dari pelajaran parenting yang aku dapatkan dari film ini,

Fatherhood
Seiring dengan banyak arus perubahan ekonomi, kultur dan budaya. Perempuan bekerja di luar rumah, dan ayah bergiliran menjaga anak telah menjadi hal yang tidak tabu. Topik ini juga diangkat oleh sang penulis mengenai fakta kehidupan keluarga modern di Jepang soal kesetaraan gender dan hak untuk bekerja bagi tokoh dalam filmnya. Ayahnya sementara harus menjaga Mirai-chan yang masih bayi dan mengantar Kun-Chan untuk pergi ke taman bermain.
Film ini ingin mengedukasi betapa peran ayah dalam pengasuhan dan kehidupan domestik rumah tangga sangat berpengaruh dalam keluarga.

Sibling relationship
Dalam persaudaraan, pasti akan ada love-hate relationship terkadang terjadi persaingan atau persahabatan. Persaingan mendapatkan perhatian orangtua mereka, persaingan mendapatkan suatu benda/mainan. Hal ini juga biasa disebut dengan sibling-rivalry. Banyak adegan yang menggambarkan hal tersebut, telebih, ia masih usia dini.
Tapi penulis film juga mengajarkan kepada penonton, bahwa ada hal yang dapat membuat saudara menjadi lebih kompak, yaitu ketika ia dapat saling bekerja sama. Maka hal ini bisa dicontoh sebagai trik parenting yaitu dengan selalu saling melibatkan adik-kakak dalam suatu moment agar mereka dapat menumbuhkan rasa memiliki, simpati dan melindungi satu sama lain.
Seperti ketika Mirai-Chan datang dari masa depan dan meminta bantuan kakaknya untuk membereskan Boneka Ritual untuknya sesegera mungkij, yang menurut budaya Negara Jepang apabila terlambat sehari membereskan ritual itu akan memperlambat proses pernikahannya selama setahun.
Atau moment ketika Mirai-Chan yang akhirnya bisa menemukan kakaknya yang tersesat di lorong waktu dan hampir tidak bisa pulang ke zona waktunya.

Moral development
Kun-Chan yang beberapa kali merasa diabaikan oleh Ibu mulai bisa mengekspresikan kekecewaan dan rasa amarahnya. Adegan yang aku higlight dalam film ini ialah waktu ayahnya harus mengawasi adiknya, waktu sedang bekerja dan tidak ada waktu bermain, atau seketika ia mau bermain dengan adiknya yang sedang tertidur tetapi malah dilarang oleh sang Ibu karena mengganggu waktu tidur siang, dan karena hal-hal yang selama ini dia dapatkan tetapi tiba-tiba menghilang karena semua perhatian beralih ke Mirai-Chan.
Atau yang paling kentara ialah saat Ibunya marah dan mengancam akan membuang seluruh mainannya apabila ia tidak mau membereskan. Kun-Chan menangis sejadi-jadinya, dan kembali dibawa oleh ‘pohon waktu’ ke masa lalu, masa dimana Ibunya masih kecil dan seumuran dengannya.
Bertemu dengan ibunya yang sebaya dengannya saat itu, membuatnya terkesima, karena Ibu memiliki sikap yang sama dengannya. Suka membuat berantakan seisi rumah. Disitu Kun-Chan mengingatkan untuk jangan berperilaku begitu, karena akan dimarahi Si Ibu. Tetapi Ibunya versi anak-anak tidak memperdulikan perkataannya dan malah mengajak Kun-Chan untuk bermain lagi. Sampai pada akhirnya, hal yang ditakutkan Kun-Chan terjadi, Si Ibu dimarahin oleh ‘ibunya’ (yang mana neneknya). Disitu dia sedih dan merasa kasihan dengan ibunya.
Dari pengalamannya tersebut akhirnya ia mengerti dan menyadari perasaan ibunya saat ia tidak mau menurut. Kun-Chan mengalami perkembangan moral karena peristiwa itu. Dan hal ini juga menjadi salah satu trik menghadapi anak-anak yang sedang marah sebaiknya tidak dengan emosional, tetapi dengan pengertian dan pemahaman.

Resilience
Menurutku dari semua poin, poin ke empat ini yang paling harus dikembangkan sejak anak masih berusia dini. Resilience atau kemampuan untuk bangkit dari keputus-asaan, daya juang dan Growth Mindset. Film animasi ini juga mengajarkan pentingnya mengenalkan daya juang kepada anak. Adegan dimana Kun-Chan ingin naik sepeda dengan dua roda, tetapi belum lancar dan masih beberapa kali jatuh. Ayahnya juga tetap harus membagi perhatian kepada Mirai-Chan yang menangis di kereta dorong.
Lalu, Kun-Chan yang kecewa tiba-tiba bertemu ayahnya dari masa lalu (yang ternyata kakeknya). Dia diajak berkuda, mengendarai motor, dan diceritakan pengalaman sang kakek yang harus jalan pincang karena terkena puingan pesawat tempur yang hancur saat ia kendarai pada masa perang dahulu, “kalau kamu takut, lihatlah lebih jauh” itu kata kakeknya. Jangan pernah melihat kebawah, lihat pemandangan yang ada di depan.
Terkadang cerita dari generasi pendahulu dapat menjadi semangat dan acuan untuk generasi setelah-setelahnya.

Grow – Together
Dan dalam film ini, yang terakhir dan yang paling penting. Tidak ada keluarga yang sempurna, kita semua sama-sama saling belajar. Karena waktu, Ibu menjadi lebih sabar, ayahnya juga lebih bisa mengikuti alur bermain dan menjaga anak-anak mereka. Dan adik-kakak yang perlahan saling menerima kehadiran dan peran masing-masing. ‘Mirai’ mengajarkan bahwa keluarga yang sempurna adalah keluarga yang sama-sama mau bertumbuh, saling menerima dan saling mengingatkan. [cc]




Comments